Di Masa Pemerintahan Amirul Mu`minin Umar bin Khaththab ra ada
seorang laki-laki yang membunuh seseorang. Anak-anak korban pembunuhan
mengajukan kasus ini ke pengadilan. Oleh Umar sang khalifah, laki-laki
pembunuh tersebut diputuskan untuk dijatuhi hukuman mati karena ahlu
waris korban tidak mau menerima diat (tebusan), apalagi memaafkan
kesalahan si pembunuh.
Laki-laki pembunuh itu pun
menerima keputusan hukum Islam atas dirinya berupa hukuman mati. Namun
ia keberatan jika hukuman dilakukan hari itu juga. Ia mengajukan
penundaan hukuman beberapa hari agar ia bisa memberitahu keluarganya
mengenai hukuman yang menimpanya.
Umar tidak bisa menerima
permohonannya kecuali jika ada yang menjaminnya. Artinya, jika laki-laki
terpidana hukuman mati itu tidak kembali sampai akhir batas waktu yang
telah ditentukan, maka penjamin harus menggantikannya menjalani hukuman
mati.
Tak disangka, Abu Hurairah yang
tidak kenal dengan terpidana menyatakan bersedia menjadi penjaminnya.
Maka pulanglah laki-laki
terpidana mati itu ke keluarganya.
Pada hari terakhir dari
toleransi waktu yang diberikan Khalifah Umar, lelaki terpidana mati itu
belum juga kembali. Hingga waktu menjelang sore mau habis, dia juga
belum juga terlihat. Melihat kenyataan tersebut, Abu Hurairah nampak
gelisah.
Namun karena Abu Hurairah ra
sudah menyatakan kesediaannya menjamin, maka beliau bersiap
menggantikannya menjalani hukuman mati. Di saat-saat kritis itulah,
tiba-tiba berseru orang dari kejauhan, “Berhenti! Berhenti! Jangan
diteruskan!”
Ternyata orang yang berseru itu
adalah sang terpidana. Dia baru saja tiba dari kampung halamannya.
Melihat kejadian tersebut,
dengan takjub Umar bin Khaththab sang amirul mu`minin bertanya kepada
terpidana mati.
“Kenapa kau kembali. Bukankah
ada kesempatan bagimu untuk melarikan diri dari hukuman mati ini?” tanya
Umar
”Memang betul. Aku bisa saja lari dari hukuman ini. Tapi apa kata
orang, jika aku lari, mereka akan mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi
di dunia ini laki-laki yang baik,” kata lelaki terpidana mati itu.
Tak kalah takjubnya dengan
keputusan Abu Hurairah, Umar bertanya kepadanya.
”Wahai Abu Hurairah, mengapa engkau bersedia menjamin orang itu.
Engkau tidak mengenal orang itu dan engkau tahu jika ia tidak kembali
maka engkau yang akan menggantikannya menerima hukuman mati?” tanya Umar
”Wahai Amirul Mu`minin, aku
khawatir jika tidak ada yang menjaminnya, maka orang-orang akan
mengatakan bahwa di dunia ini sudah tidak ada orang yang baik yang mau
menjamin saudaranya,” kata Abu Hurairah.
Melihat pemandangan tersebut,
para ahlu waris si terbunuh pun memaafkan terpidana mati tersebut.
Masih dengan ketakjuban Umar
bertanya ke ahlu waris si terbunuh tersebut, ”Mengapa kalian memaafkan
sang pembunuh?”
Mereka menjawab, ”Kami khawatir
jika orang-orang mengatakan bahwa di dunia ini sudah tidak ada lagi
orang baik yang mau memaafkan saudaranya.” Subhanallaah…[]