.
Para ulama membagi
perkembangan hadits itu kepada 7 periode yaitu :
* Masa wahyu
dan pembentukan hukum ( pada Zaman Rasul : 13 SH – 11 SH ).
* Masa
pembatasan riwayat ( masa khulafaur-rasyidin : 12-40 H ).
* Masa
pencarian hadits ( pada masa generasi tabi’in dan sahabat-sahabat muda :
41 H – akhir abad 1 H ).
* Masa pembukuan hadits ( permulaan abad
II H ).
* Masa penyaringan dan seleksi ketat ( awal abad III H )
sampai selesai.
* Masa penyusunan kitab-kitab koleksi ( awal abad IV
H sampai jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H ).
* Masa pembuatan
kitab syarah hadits, kitab-kitab tahrij dan penyusunan kitab-kitab
koleksi yang lebih umum ( 656 H dan seterusnya ).
Pada zaman
Rasulullah al-Hadits belum pernah dituliskan sebab :
* Nabi
sendiri pernah melarangnya, kecuali bagi sahabat-sahabat tertentu yang
diizinkan beliau sebagai catatan pribadi.
* Rasulullah berada
ditengah-tengah ummat Islam sehingga dirasa tidak sangat perlu untuk
dituliskan pada waktu itu.
* Kemampuan tulis baca di kalangan
sahabat sangat terbatas.
* Ummat Islam sedang dikonsentrasikan
kepada Al-Qur’an.
* Kesibukan-kesibukan ummat Islam yang luar biasa
dalam menghadapi perjuangan da’wah yang sangat penting.
Pada
zaman-zaman berikutnya pun ternyata al-Hadits belum sempat dibukukan
karena sebab-sebab tertentu. Baru pada zaman �Umar bin Abdul Azis,
khalifah ke-8 dari dinasti Bani Umayyah ( 99-101 H ) timbul inisiatif
secara resmi untuk menulis dan membukukan hadits itu. Sebelumnya
hadits-hadits itu hanya disampaikan melalui hafalan-hafalan para sahabat
yang kebetulan hidup lama setelah Nabi wafat dan pada sa’at generasi
tabi’in mencari hadits-hadits itu.
Diantara sahabat-sahabat itu
ialah :
Abu Hurairah, meriwayatkan hadits sekitar 5374 buah.
Abdullah bin � Umar bin Khattab, meriwayatkan sekitar 2630 buah. Anas
bin Malik, meriwayatkan sebanyak 2286 buah. Abdullah bin �Abbas,
meriwayatkan sebanyak 1160 buah. �Aisyah Ummul Mu’minin, meriwayatkan
sebanyak 2210 buah. Jabir bin �Abdillah meriwayatkan sebanyak 1540 buah.
Abu Sa’id al-Hudri meriwayatkan 1170 buah.
Kenapa kemudian
Hadits Dikodifikasi.
Kodifikasi Hadits itu justru dilatar
belakangi oleh adanya usaha-usaha untuk membuat dan menyebarluaskan
hadits-hadits palsu dikalangan ummat Islam, baik yang dibuat oleh ummat
Islam sendiri karena maksud-maksud tertentu, maupun oleh orang-orang
luar yang sengaja untuk menghancurkan Islam dari dalam. Dan sampai saat
ini ternyata masih banyak hadits-hadits palsu itu bertebaran dalam
beberapa literatur kaum Muslimin. Di samping itu tidak sedikit pula
kesalahan-kesalahan yang berkembang dikalangan masyarakat Islam, berupa
anggapan terhadap pepatah-pepatah dalam bahasa Arab yang dinilai mereka
sebagai hadits.
Walaupun ditinjau dari segi isi materinya tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam, tetapi kita
tetap tidak boleh mengatakan bahwa sesuatu ucapan itu sebagai ucapan
Rasulullah kalau memang bukan sabda Rasul. Sebab Sabda Rasulullah : ”
Barangsiapa berdusta atas namaku maka siap-siap saja tempatnya dineraka
“.
Alhamdulillah, berkat jasa-jasa dari ulama-ulama yang saleh,
hadits-hadits itu kemudian sempat dibukukan dalam berbagai macam buku,
serta diadakan seleksi-seleksi ketat oleh mereka sampai melahirkan satu
disiplin ilmu tersendiri yang disebut Ilmu Musthalah Hadits. Walaupun
usaha mereka belum dapat membendung seluruh usaha-usaha penyebaran
hadits-hadits palsu dan lemah, namun mereka telah melahirkan norma-norma
dan pedoman-pedoman khusus untuk mengadakan seleksi sebaik-baiknya yang
dituangkan dalam ilmu musthalah hadits tersebut.
Sehingga dengan
pedoman itu ummat Islam sekarang pun dapat mengadakan seleksi-seleksi
seperlunya. Nama-nama Ishak bin Rahawih, Imam Bukhari, Imam Muslim,
ar-Rama at-Turmudzi, al-Madini, Ibnu Shalah dan banyak lagi ulama-ulama
saleh lainnya adalah rentetan nama-nama yang besar jasanya dalam usaha
penyelamatan hadits-hadits dari kepalsuan-kepalsuan sehingga lahirlah
ilmu tersebut.
Untuk memberikan gambaran perkembangan hadits
dapat kita perhatikan perkembangan kelahiran kitab-kitab hadits dan
ilmu-ilmu hadits.
Perkembangan Kitab-kitab Hadits
A. Cara
penyusunan kitab-kitab hadits.
Dalam penyusunan kitab-kitab
hadits para ulama menempuh cara-cara antara lain :
1. Penyusunan
berdasarkan bab-bab fiqhiyah, mengumpulkan hadits-hadits yang
berhubungan dengan shalat umpamanya dalam babush-shalah,hadits-hadits
yang berhubungan dengan masalah wudhu dalam babul-wudhu dan sebagainya.
Cara ini terbagi dua macam :
* Dengan mengkhususkan
hadits-hadits yang shahih saja, seperti yang ditempuh oleh Imam Bukhari
dan Muslim.
* Dengan tidak mengkhususkan hadits-hadits yang shahih (
asal tidak munkar ), seperti yang ditempuh oleh Abu Dawud, Tirmidzi,
Nasa’I, dan sebagainya.
2. Penyusunan berdasarkan nama-nama
sahabat yang meriwayatkannya. Cara ini terbagi dua macam :
*
Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan abjad.
* Dengan
menyusun nama-nama sahabat berdasarkan nama qabilah. Mereka dahulukan
Banu Hasyim, kemudian qabilah yang terdekat dengan Rasulullah.
*
Dengan menyusun nama-nama sahabat berdasarkan kronologik masuknya Islam.
Mereka didahulukan sahabat-sahabat yang termasuk assabiqunal awwalun
kemudian ahlul Badr, kemudian ahlul Hudaibiyah, kemudian yang turut
hijrah dan seterusnya.
* Dengan menyusun sebagaimana ketiga dan
dibagi-bagi berdasarkan awamir, nawahi, ikhbar, ibadat, dan af’alun
nabi. Seperti yang ditempuh oleh Ibnu Hibban dalam shahehnya.
3.
Penyusunan berdasarkan abjad-abjad huruf dari awal matan hadits, seperti
yang ditempuh oleh Abu Mansur Abdailani dalam Musnadul Firdausi dan
oleh as-Suyuti dalam Jamiush-Shagir.
B. Kitab-kitab Hadits Pada
Abad ke I H.
1. Ash-Shahifah oleh Imam Ali bin Abi Thalib.
2. Ash-Shadiqah oleh Imam Abdullah bin Amr bin �Ash.
3. Daftar oleh
Imam Muhammad bin Muslim ( 50 – 124 H ).
4. Kutub oleh Imam Abu
Bakar bin Hazmin.
Keempat-empatnya tidak sampai ke tangan kita,
jadi hanya berdasarkan keterangan sejarah saja yang dapat
dipertanggung-jawabkan.
C. Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke-2 H.
1. Al-Musnad oleh Imam Abu Hanifah an-Nu’man ( wafat 150 H ).
2.
Al-Muwaththa oleh Imam Malik Anas ( 93 – 179 H ).
3. Al-Musnad oleh
Muhammad bin Idris asy-Syafi’I ( 150 – 204 H ).
4. Mukhtaliful
Hadits oleh Muh, bin Idris asy-Syafi’I ( 150 – 204 H ).
5. Al-Musnad
oleh Imam Ali Ridha al-Katsin ( 148 – 203 H ).
6. Al-Jami’ oleh
Abdulrazaq al-Hamam ash Shan’ani ( wafat 311 H ).
7. Mushannaf oleh
Imam Syu’bah bin Jajaj ( 80 – 180 H ).
8. Mushannaf oleh Imam Laits
bin Sa’ud ( 94 – 175 H ).
9. Mushannaf oleh Imam Sufyan bin �Uyaina (
107 – 190 H ).
10. as-Sunnah oleh Imam Abdurrahman bin �Amr
al-Auza’i ( wafat 157 H).
11. as-Sunnah oleh Imam Abd bin Zubair b.
Isa al-Asadi.
Seluruh kitab-kitab hadits yang ada pada abad ini
tidak sampai kepada kita kecuali 5 buah saja yaitu nomor 1 sampai dengan
5.
Perkembangan Kitab-kitab Hadits
D. Kitab-kitab Hadits
pada abad ke-3 H.
1. Ash-Shahih oleh Imam Muh bin Ismail
al-Bukhari ( 194 – 256 H ).
2. Ash-Shahih oleh Imam Muslim al-Hajjaj
( 204 – 261 H ).
3. As-Sunan oleh Imam Abu Isa at-Tirmidzi ( 209 –
279 H ).
4. 4. As-Sunan oleh Imam Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy’at (
202 – 275 H ).
5. As-Sunan oleh Imam Ahmad b.Sya’ab an-Nasai ( 215 –
303 H ).
6. As-Sunan oleh Imam Abu Muhammad Abdullah bin
Abdurrahman ad Damiri ( 181 – 255 H ).
7. As-Sunan oleh Imam
Muhammad bin Yazid bin Majah Ibnu Majah ( 209 - 273 H ).
8.
Al-Musnad oleh Imam Ahmad bin Hambal ( 164 – 241 H).
9. Al-Muntaqa
al-Ahkam oleh Imam Abd Hamid bin Jarud ( wafat 307 H ).
10.
Al-Mushannaf oleh Imam Ibn. Abi Syaibah ( wafat 235 H ).
11.
Al-Kitab oleh Muhammad Sa’id bin Manshur ( wafat 227 H ).
12.
Al-Mushannaf oleh Imam Muhammad Sa’id bin Manshur ( wafat 227 H ).
13. Tandzibul Afsar oleh Imam Muhammad bin Jarir at-Thobari ( wafat 310 H
).
14. Al-Musnadul Kabir oleh Imam Baqi bin Makhlad al-Qurthubi (
wafat 276 H ).
15. Al-Musnad oleh Imam Ishak bin Rawahaih ( wafat
237 H ).
16. Al-Musnad oleh Imam �Ubaidillah bin Musa ( wafat 213 H
).
17. Al-Musnad oleh Abdibni ibn Humaid ( wafat 249 H ).
18.
Al-Musnad oleh Imam Abu Ya’la ( wafat 307 H ).
19. Al-Musnad oleh
Imam Ibn. Abi Usamah al-Harits ibn Muhammad at-Tamimi ( 282 H ).
20.
Al-Musnad oleh Imam Ibnu Abi �Ashim Ahmad bin Amr asy-Syaibani ( wafat
287 H ).
21. Al-Musnad oleh Imam Ibnu Abi’amrin Muhammad bin Yahya
Aladani ( wafat 243 H ).
22. Al-Musnad oleh Imam Ibrahim bin
al-Askari ( wafat 282 H ).
23. Al-Musnad oleh Imam bin Ahmad bin
Syu’aib an-Nasai ( wafat 303 H ).
24. Al-Musnad oleh Imam Ibrahim
bin Ismail at-Tusi al-Anbari ( wafat 280 H ).
25. Al-Musnad oleh
Imam Musaddad bin Musarhadin ( wafat 228 ).
Dan masih banyak
sekali kitab-kitab musnad yang ditulis oleh para ulama abad ini.
E.
Kitab-kitab Hadits Pada Abad ke-4 H.
1. Al-Mu’jam Kabir,
ash-Shagir dan al-Ausath oleh Imam Sulaiman bin Ahmad ath-Thabrani (
wafat 360 H ).
2. As-Sunan oleh Imam Darulkutni ( wafat 385 H ).
3. Ash-Shahih oleh Imam Abu Hatim Muhammad bin Habban ( wafat 354 H ).
4. Ash-Shahih oleh Imam Abu �Awanah Ya’qub bin Ishaq ( wafat 316 H ).
5. Ash-Shahih oleh Imam Ibnu Huzaimah Muhammad bin Ishaq ( wafat 311 H
).
6. Al-Muntaqa oleh Imam Ibnu Saqni Sa’id bin’Usman al-Baghdadi (
wafat 353 H ).
7. Al-Muntaqa oleh Imam Qasim bin Asbagh ( wafat 340
H ).
8. Al-Mushannaf oleh Imam Thahawi ( wafat 321 H ).
9.
Al-Musnad oleh Imam Ibnu Jami Muhammad bin Ahmad ( wafat 402 H ).
10. Al-Musnad oleh Imam Muhammad bin Ishaq ( wafat 313 H ).
11.
Al-Musnad oleh Imam Hawarizni ( wafat 425 H ).
12. Al-Musnad oleh
Imam Ibnu Natsir ar-Razi ( wafat 385 H ).
13. Al-Mustadrak
�ala-Shahihaini oleh Imam Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Hakim
an-Naisaburi ( 321 – 405 H ).
F. Tingkatan Kitab Hadits.
Menurut
penyelidikan para ulama ahli hadits secara garis besar tingkatan
kitab-kitab hadits tersebut bisa dibagi sebagai berikut :
1.
Kitab Hadits ash-Shahih yaitu kitab-kitab hadits yang telah diusahakan
para penulisnya untuk hanya menghimpun hadits-hadits yang shahih saja.
2.
Kitab-kitab Sunan yaitu kitab-kitab hadits yang tidak sampai kepada
derajat munkar. Walaupun mereka memasukkan juga hadits-hadits yang
dha’if ( yang tidak sampai kepada munkar ). Dan sebagian mereka
menjelaskan kedha’ifannya.
3. Kitab-kitab Musnad yaitu
kitab-kitab hadits yang jumlahnya sangat banyak sekali. Para
penghimpunnya memasukkan hadits-hadits tersebut tanpa penyaringan yang
seksama dan teliti. Oleh karena itu didalamnya bercampur-baur diantara
hadits-hadits yang shahih, yang dha’if dan yang lebih rendah lagi.
Adapun kitab-kitab lain adalah disejajarkan dengan al-Musnad ini.
Diantara kitab-kitab hadits yang ada, maka Shahih Bukhari-lah kitab
hadits yang terbaik dan menjadi sumber kedua setelah al-Qur’an, dan
kemudian menyusul Shahih Muslim. Ada para ulama hadits yang meneliti
kitab Muslim lebih baik daripada Bukhari, tetapi ternyata kurang dapat
dipertanggungjawabkan, walaupun dalam cara penyusunan hadits-hadits,
kitab Muslim lebih baik daripada Bukhari, sedang syarat-syarat hadits
yang digunakan Bukhari ternyata tetap lebih ketat dan lebih teliti
daripada apa yang ditempuh Muslim. Seperti tentang syarat yang
diharuskan Bukhari berupa keharusan kenal baik antara seorang penerima
dan penyampai hadits, dimana bagi Muslim hanya cukup dengan muttashil (
bersambung ) saja.
g. Kitab-kitab Shahih Selain Bukhari Muslim.
Ada
beberapa ulama yang telah berusaha menghimpun hadits-hadits shahih
sebagaimana yang ditempuh oleh Bukhari dan Muslim, akan tetapi menurut
penyelidikan ahli-ahli hadits, ternyata kitab-kitab mereka tidak sampai
kepada tingkat kualitas kitab-kitab Bukhari dan Muslim.
Para ulama
yang menyusun Kitab Shahih tersebut ialah :
1. Ibnu Huzaimah
dalam kitab ash-Shahih.
2. Abu �Awanah dalam kitab ash-Shahih.
3. Ibnu Hibban dalam kitab at-Taqsim Walarba.
4. Al-Hakim dalam
kitab al-Mustadrak.
5. Ibnu Jarud dalam kitab al-Muntaqa.
6.
Ibnu Abdil Wahid al-Maqdisi dalam kitabnya al-Mukhtarah.
Menurut
sebagian besar para ulama hadits, diantara kitab-kitab hadits ada 7 (
tujuh ) kitab hadits yang dinilai terbaik yaitu :
1. Ash-Shahih
Bukhari.
2. Ash-Shahih Muslim.
3. Ash-Sunan Abu-Dawud.
4.
As-Sunan Nasai.
5. As-Sunan Tirmidzi.
6. As-Sunan Ibnu Majah.
7. Al-Musnad Imam Ahmad.
Perkembangan Ilmu Hadits
Ilmu
Hadits yang kemudian populer dengan ilmu mushthalah hadits adalah salah
satu cabang disiplin ilmu yang semula disusun oleh Abu Muhammad ar-Rama
al-Hurmuzi ( wafat 260 ), walaupun norma-norma umumnya telah timbul
sejak adanya usaha pengumpulan dan penyeleksian hadits oleh
masing-masing penulis hadits.
Secara garis besarnya ilmu hadits
ini terbagi kepada dua macam yaitu : ilmu hadits riwayatan dan ilmu
hadits dirayatan. Ilmu hadits dirayatan membahas hadits dari segi
diterima atau tidaknya, sedang ilmu hadits riwayatan membahas materi
hadits itu sendiri. Dalam perkembangan berikutnya telah lahir berbagai
cabang ilmu hadits, seperti :
* Ilmu rijalul hadits, yaitu ilmu
yang membahas tokoh-tokoh yang berperan dalam periwayatan hadits.
*
Ilmu jarh wat-ta’dil, yaitu ilmu yang membahas tentang jujur dan
tidaknya pembawa-pembawa hadits.
* Ilmu panilmubhamat, yaitu ilmu
yang membahas tentang orang-orang yang tidak nampak peranannya dalam
periwayatan suatu hadits.
* Ilmu tashif wat-tahrif, yaitu ilmu yang
membahas tentang hadits-hadits yang berubah titik atau bentuknya.
*
Ilmu �ilalil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang penyakit-penyakit
yang tidak nampak dalam suatu hadits, yang dapat menjatuhkan kwalitas
hadits tersebut.
* Ilmu gharibil hadits, yaitu ilmu yang membahas
tentang kalimat-kalimat yang sukar dalam hadits.
* Ilmu asbabi
wurudil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang sebab timbulnya suatu
hadits.
* Ilmu talfiqil hadits, yaitu ilmu yang membahas tentang
cara mengumpulkan hadits yang nampaknya bertentangan.
* Dan
lain-lain.
Seleksi Hadits
Dengan menggunakan berbagai
macam ilmu hadits itu, maka timbullah berbagai macam nama hadits, yang
disepakati oleh para ulama, yang sekaligus dapat menunjukkan jenis,
sifat, bentuk, dan kualitas dari suatu hadits. Yang paling penting untuk
diketahui adalah pembagian hadits itu atas dasar kualitasnya yaitu :
* Maqbul ( dapat diterima sebagai pedoman ) yang mencakup hadits shahih
dan hadits hasan.
* Mardud ( tidak dapat diterima sebagai pedoman )
yang mencakup hadits dha’if / lemah dan hadits maudhu’ / palsu.
Usaha
seleksi itu diarahkan kepada tiga unsur hadits, yaitu :
a. Matan
( materi hadits ).
Suatu materi hadits dapat dinilai baik
apabila materi hadits itu tidak bertentangan dengan al-Qur’an atau
hadits lain yang lebih kuat, tidak bertentangan dengan realita, tidak
bertentangan dengan fakta sejarah, tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip pokok ajaran Islam. Untuk sekedar contoh dapat kita
perhatikan hadits-hadits yang dinilai baik,tapi bertentangan isi
materinya dengan al-Qur’an :
1. Hadits yang mengatakan bahwa ”
Seorang mayat akan disiksa oleh Tuhan karena ratapan ahli warisnya “,
adalah bertentangan dengan firman Allah : ” Wala taziru waziratun wizra
ukhra ” yang artinya ” Dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain ”
( al-An’an : 164 ).
2. Hadits yang mengatakan : ” Barangsiapa
yang meninggal dunia dalam keadaan punya hutang puasa, maka hendaklah
dipuasakan oleh walinya “, adalah bertentangan dengan firman Allah : ”
Wa allaisa lil insani illa ma-sa’a “, yang artinya : ” Dan seseorang
tidak akan mendapatkan pahala apa-apa kecuali dari apa yang dia kerjakan
sendiri “. ( an-Najm : 39 ).
Ada satu norma yang disepakati oleh
mayoritas ulama, yaitu : ” Apabila Qur’an dan hadits bertentangan, maka
ambillah Qur’an “.
b. Sanad ( persambungan antara pembawa dan
penerima hadits ).
Suatu persambungan hadits dapat dinilai segala
baik, apabila antara pembawa dan penerima hadits benar-benar bertemu
bahkan dalam batas-batas tertentu berguru. Tidak boleh ada orang lain
yang berperanan dalam membawakan hadits tapi tidak nampak dalam susunan
pembawa hadits itu.
Apabila ada satu kaitan yang diragukan antara
pembawa dan penerima hadits, maka hadits itu tidak dapat dimasukkan
dalam kriteria hadits yang maqbul.
c. Rawi ( orang-orang yang
membawakan hadits ) :
Seseorang yang dapat diterima haditsnya
ialah yang memenuhi syarat-syarat :
1. Adil, yaitu orang Islam
yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan membiasakan dosa.
2. Hafizh, yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan kriteria-kriteria
seleksi tersebut, maka jumhur ( mayoritas ) ulama berpendirian bahwa
kitab ash-Shahih Bukhari dan kitab ash-Shahih Imam Muslim dapat dijamin
keshahihannya ditinjau dari segi sanad dan rawi. Sedang dari segi matan
kita dapat memberikan seleksinya dengan pedoman-pedoman diatas. Beberapa
langkah praktis dalam usaha seleksi hadits, apakah sesuatu hadits itu
maqbul atau tidak adalah :
1. Perhatikan materinya sesuai dengan
norma diatas.
2. Perhatikan kitab pengambilannya ( rowahu =
diriwayatkan atau ahrajahu = dikeluarkan ). Apabila matannya baik
diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, maka dapat dinilai hadits itu
shahih atau paling rendah hasan.
Dengan demikian dapat dikatakan
shahih apabila ujung hadits itu oleh para ulama diberi kata-kata :
* Diriwayatkan / dikeluarkan oleh jama’ah.
* Diriwayatkan /
dikeluarkan oleh Imam 7.
* Diriwayatkan / dikeluarkan oleh Imam 6.
* Diriwayatkan / dikeluarkan oleh dua syaikh ( Bukhari dan Muslim ).
* Disepakati oleh Bukhari dan Muslim ( Muttafaqun � alaihi ).
*
Diriwayatkan oleh Bukhari saja atau oleh Muslim saja.
* Diriwayatkan
oleh �..dan disyahkan oleh Bukhari atau Muslim.
* Diriwayatkan oleh
�..dengan syarat Bukhari atau Muslim.
3. Apabila sesuatu hadits
sudah baik materinya tetapi tidak termasuk dalam persyaratan pun 2
diatas maka hendaknya diperhatikan komentar-komentar ulama terhadap
hadits itu seperti :
Komentar baik : Hadits quwat, hadits
shahih,hadits jayyid, hadits baik, hadits pilihan dan sebagainya.
Komentar
jelek : Hadits putus, hadits lemah, hadits ada illatnya, mauquf,
maqthu, mudallas, munkar, munqathi, muallak, dan lain sebagainya.
Dalam
hal ini kita akan menemukan sesuatu hadits yang mendapatkan penilaian
berbeda / bertentangan antara seorang ulama dan lainnya. Maka langkah
kita adalah : dahulukan yang mencela sebelum yang memuji ( ” Al-jarhu
Muqaddamun �alat ta’dil ” ). Hal ini apabila dinilai oleh sama-sama ahli
hadits. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa tidak semua
komentar ulama tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Artinya sesuatu
hadits yang dikatakan oleh para ulama shahih, kadang-kadang setelah
diteliti kembali ternyata tidak demikian. Contohnya dalam hadits kita
akan menemukan kata-kata dan dishahihkan oleh Imam Hakim, oleh Ibnu
Huzaimah dan lain-lain, tetapi ternyata hadits tersebut tidak shahih (
belum tentu shahih ).
4. Apabila langkah-langkah diatas tidak
mungkin ditempuh atau belum memberikan kepastian tentang keshahihan
sesuatu hadits, maka hendaknya digunakan norma-norma umum seleksi,
seperti yang diterangkan diatas, yaitu menyelidiki langsung tentang
sejarah para rawi dan lain-lain, dan untuk ini telah disusun oleh para
ulama terdahulu sejumlah buku-buku yang membahas tentang sejarah dan
keadaan para pembawa hadits, seperti yang pernah dilakukan oleh
al-Bukhari dalam bukunya ad-Dhu’afa ( kumpulan orang-orang yang lemah
haditsnya ).
9. Masalah Hadits-hadits Palsu ( Maudhu’ )
Perpecahan
dibidang politik dikalangan ummat Islam yang memuncak dengan peristiwa
terbunuhnya � Utsman bin � Affan, Khalifah ke-3 dari khulafa’ur
rasyidin, dan bentrok senjata antara kelompok pendukung Ali bin Abi
Thalib dan pendukung Mu’awiyah bin Abu Sufyan, telah mempunyai pengaruh
yang cukup besar kearah timbulnya usaha-usaha sebagian ummat Islam
membuat hadits-hadits palsu guna kepentingan politik. Golongan Syi’ah
sebagai pendukung setia kepemimpinan � Ali dan keturunannya yang
kemudian tersingkirkan dari kekuasaan politik waktu itu, telah terlibat
dalam penyajian hadits-hadits palsu untuk membela pendirian politiknya.
Golongan
ini termasuk golongan yang paling utama dalam usaha membuat
hadits-hadits palsu yang kemudian disusul oleh banyak kelompok ummat
Islam yang tidak sadar akan bahaya usaha-usaha yang demikian. Golongan
Rafidhah ( salah satu sekte Syiah ) dinilai oleh sejarah sebagai
golongan yang paling banyak membuat hadits-hadits palsu itu. Diantara
hadits-hadits palsu yang membahayakan bagi kemurnian ajaran Islam,
pertama-tama yalah yang dibuat oleh orang-orang jahat yang sengaja untuk
mengotorkan ajaran Islam dan menyesatkan ummatnya.
Kemudian yang
kedua yang dibuat oleh ummat Islam sendiri yang maksudnya baik seperti
untuk mendorong orang Islam beribadah lebih rajin dan lain sebagainya,
tetapi lupa akan dasar yang lebih pokok dan lebih prinsipil dalam agama.
Dengan demikian motif-motif pembuatan hadits palsu itu dapat kita
simpulkan antara lain sebagai berikut :
* Karena politik dan
kepemimpinan;
* Karena fanatisme golongan dan bahasa;
* Karena
kejahatan untuk sengaja mengotori ajaran Islam;
* Karena dorongan
untuk berbuat baik tetapi bodoh tentang agama;
* Karena
keanehan-keanehan sejarah dan lain-lain;
* Karena soal-soal fiqh dan
pendapat dalam bidang ilmu kalam;
* Dan lain-lain.
Keadaan
demikian telah mendorong para ulama saleh untuk tampil ke depan berusaha
mengadakan seleksi dan koreksi serta menyusun norma-norma dalam memilih
hadits-hadits yang baik dan norma-norma dalam memilih hadits-hadits
yang palsu. Mereka sempat mengumpulkan sejumlah nama-nama orang yang
baik dan sejumlah nama-nama orang yang biasa membuat hadits palsu.
Mereka menyusun kitab-kitab khusus yang membahas hadits-hadits yang
baik. Untuk mengetahui bahwa sesuatu hadits itu adalah hadits palsu,
kita dapat mengenal beberapa ciri-cirinya antara lain :
a.
Pengakuan pembuatnya.
Di dalam catatan sejarah sering terjadi
para pembuat hadits palsu berterus terang atas perbuatan jahatnya. Baik
karena terpaksa maupun karena sadar dan taubat. Abu Ismah Nuh bin Maryam
( bergelar Nuh al-Jami ) telah berterus terang mengakui perbuatannya
dalam membuat hadits-hadits palsu yang berhubungan dengan
keutamaan-keutamaan surat al-Qur’an. Ia sandarkan hadits-haditsnya itu
kepada Ibnu Abbas. Maisarah bin � Abdi Rabbih al-Farisi, juga telah
berterus-terang mengakui perbuatannya membuat hadits-hadits palsu
tentang keutamaan al-Qur’an dan keutamaan � Ali bin Abi Thalib. Dalam
hal ini memang perlu kita catat bahwa tidak semua pengakuan itu lantas
harus secara otomatis kita percayai. Sebab mungkin saja pengakuannya itu
justru adalah dusta dan palsu.
b. Perawinya sudah terkenal
sebagai pembuat hadits-hadits maudhu’, dan hadits atau keterangan lain
yang baik / tidak ada sama sekali ( dalam soal yang sama ).
c.
Isi atau materinya bertentangan dengan akal pikiran yang sehat. Sebagai
contoh hadits-hadits sebagai berikut : “ Sesungguhnya perahu Nuh
bertawaf tujuh kali mengelilingi Ka’bah dan shalat di makam Ibrahim dua
raka’at “. ” Sesungguhnya Allah tatkala menciptakan huruf, maka
bersujudlah ba dan tegaklah alif “
d. Isinya bertentangan dengan
ketentuan agama, � aqidah Islam. ” Aku adalah penghabisan Nabi-nabi.
Tidak ada Nabi sesudahku kecuali dikehendaki Allah “. ” Alllah
menciptakan malaikat dari rambut tangan dan dada “.
e. Isinya
bertentangan dengan ketentuan agama yang sudah qath’i seperti
hadits-hadits : ” Anak zina tidak masuk sorga hingga tujuh turunan “.
” Barangsiapa yang memperoleh anak , dan kemudian diberi nama
Muhammad, maka dia dan anaknya akan masuk sorga “.
f. Isinya
mengandung obral pahala dengan amal yang sangat sederhana. Seperti
hadits-hadits : ” Barangsiapa membaca La ilaha illallah maka Allah akan
menjadikan baginya seekor burung yang mempunyai tujuh puluh lidah. Pada
tiap-tiap lidah tujuh puluh ribu bahasa yang memohon ampun kepada Allah
untuk orang tersebut “. ” Barangsiapa menafakahkan satu tali untuk
mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di yaumil qiyamah “.
g.
Isinya mengandung kultus-kultus individu. Seperti hadits-hadits : ” Di
tengah ummatku kelak akan ada orang yang diberi nama Abu Hanifah
an-Nu’man, ia adalah pelita ummatku “. ” Abbas itu adalah wasiatku
dan ahli warisku “.
h. Isinya bertentangan dengan fakta sejarah.
Seperti hadits-hadits yang menerangkan bahwa nabi pernah diberi semacam
buah dari sorga pada sa’at mi’raj. Setelah kembali dari mi’raj kemudian
bergaul dengan Khadijah dan lahirlah Fathimah dan seterusnya. Hadits ini
bertentangan dengan fakta sejarah sebab mi’raj itu terjadi setelah
wafatnya Khadijah dan setelah Fathimah lahir.
10. Contoh-contoh
Hadits-hadits Palsu ( Maudhu’ ) berdasarkan Motifnya.
a. Motif
Politik dan Kepemimpinan.
” Apabila kamu melihat Mu’awiyah diatas
mimbarku, maka bunuhlah “. ” Orang yang berkepercayaan hanyalah tiga.
Aku, Jibril dan Mu’awwiyah “.
b. Motif Zindik ( untuk
mengotorkan agama Islam ).
” Melihat muka yang cantik adalah �
ibadah “. ” Rasulullah ditanya : Dari apakah Tuhan kita itu ?
Jawabnya : Tuhan itu dari air yang mengalir, bukan dari tanah dan bukan
dari langit. Tuhan menciptakan kuda kemudian dijalankannya sampai
berkeringat. Maka Allah menciptakan dirinya dari keringat tersebut “.
c.
Motif ta’assub dan fanatisme.
” Sesungguhnya Allah apabila
marah , maka menurunkan wahyu dalam bahasa Arab. Dan apabila tidak marah
menurunkannya dalam bahasa Parsi “. Dikalangan ummatku akan ada seorang
yang bernama Abu Hanifah an-Nu’man. Ia adalah pelita ummatku “. ” Di
kalangan ummatku akan ada seorang yang diberi nama Muhammad bin Idris.
Ia adalah yang menyesatkan ummatku lebih daripada iblis “.
d.
Motif faham-faham fiqh.
” Barangsiapa mengangkat dua tangannya di
dalam shalat maka tidak sah shalatnya “. ” Berkumur dan mengisap air
bagi junub tiga kali tiga kali adalah wajib “. ” Jibril mengimamiku di
depan Ka’bah dan mengeraskan bacaan bismillah “.
e. Motif senang
kepada kebaikan tapi bodoh tentang agama.
” Barangsiapa
menafahkan setali untuk mauludku maka aku akan menjadi penolongnya di
yaumil akhir “. Seperti hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat
Qur’an, obral pahala dan sebagainya.
f. Motif penjilatan kepada
pemimpin.
Ghiyas bin Ibrahim an-Nakha’i al-Kufi pernah masuk ke
rumah Mahdi ( salah seorang penguasa )yang senang sekali kepada burung
merpati. Salah seorang berkata kepadanya, coba terangkan kepada amirul
mukminin tentang sesuatu hadits, maka berkatalah Ghiyas ; ” Tidak ada
taruhan melainkan pada anak panah, atau unta atau kuda, atau burung “.
11.
Persoalan-persoalan yang diterapkan oleh Hadits-hadits Maudhu’.
Untuk
menjelaskan persoalan-persoalan tersebut disini penulis kutipkan uraian
ustadz Abdul Qadir Hassan dalam buku Ilmu Hadits, Juz 2.
1.
Hadits yang menyuruh orang sembahyang pada malam Jum’at 12 raka’at
dengan bacaan surat al-Ikhlas 10 kali.
2. Hadits yang
memerintahkan orang sembahyang malam Jum’at 2 raka’at dengan bacaan
surat Zalzalah 15 kali ( ada juga yang menerangkan 50 kali ).
3.
Hadits-hadits sembahyang pada hari Jum’at 2 raka’at, 4 raka’at, dan 12
raka’at.
4. Hadits-hadits sebelum sembahyang Jum’at, ada
sembahyang yang 4 raka’at dengan bacaan surat Ikhlas 50 kali.
5.
Hadits-hadits sembahyang asyura.
6. Hadits-hadits sembahyang
ghaib.
7. Hadits-hadits sembahyang malam dari bulan Rajab.
8.
Hadits-hadits sembahyang malam yang ke 27 dari bulan Rajab.
9.
Hadits-hadits sembahyang malam nisfu sya’ban 100 raka’at dalam tiap-tiap
raka’at 10 kali bacaan surat Ikhlas.
10.Hadits-hadits yang
menerangkan hal nabi Khidir dan tentang hidupnya.
11.Hadits-hadits
sembahyang hari Ahad, malam Ahad, hari Senin, malam Senin, hari Selasa,
malam Selasa, hari Rabu, malam Rabu, hari Kamis, malam Kamis, hari
Jum’at, malam Jum’at, hari Sabtu, malam Sabtu.
12.Hadits-hadits
yang menerangkan hal-hal yang akan terjadi dengan sebutan : apabila
adalah tahun sekian akan terjadi ini dan itu, atau yang berbunyi : Dalam
bulan ����.akan����������
13.Hadits-hadits yang menerangkan
fadhilah-fadhilah surat al-Qur’an dan ganjaran orang yang membacanya
dari surat al-Fatihah sampai akhir surat al-Qur’an yang bunyinya :
Barangsiapa membaca surat ini ���. akan mendapat ganjaran �����..
14.Hadits-hadits
yang berisi bacaan-bacaan bagi anggota wudhu’.
15.Hadits-hadits
yang menerangkan naasnya hari-hari.
16.Hadits-hadits yang di
dalamnya ada pujian-pujian kepada orang-orang yang bagus mukanya atau
yang ada perintah melihat mereka atau yang ada perintah mencari hajat
kita dari mereka atau yang menyebut bahwa mereka tidak disentuh neraka.
17.Hadits-hadits
yang berhubungan dengan kejadian akal manusia.
18.Hadits-hadits
yang berisi celaan terhadap bangsa Habsyi Sudan dan Turki.
19.
Hadits-hadits yang berkenaan dengan burung merpati seperti riwayat :
Adalah
Nabi Muhammad saw, sangat suka melihat burung merpati atau riwayat :
Peliharalah burung-burung merpati yang sudah dipotong bulunya ini dalam
rumah kamu, karena sesungguhnya ia bisa melalaikan jin daripada (
mengganggu ) anak-anak kamu dan sebagainya.
20. Hadits-hadits
yang berhubungan dengan ayam seperti hadits yang berbunyi : Ayam itu,
kambing bagi orang-orang miskin dari ummatku. Dan yang seumpamanya.
21.
Hadits-hadits yang mengandung celaan terhadap anak-anak salah satu
diantaranya berbunyi : Kalau salah seorang dari kamu mendidik seekor
anak anjing sesudah tahun 160, itu adalah lebih baik daripada ia
mengasuh seorang anak laki-laki.
22. Hadits-hadits yang bersifat
pujian terhadap Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i dan hadits-hadits yang
mengandung celaan terhadap dua imam itu.
23. Hadits-hadits
pujian terhadap orang bujangan ( tidak kawin ).
24. Hadits-hadits
yang ada pujian bagi �adas, beras, kacang, kuda, terung, delima,
kismis, bawang, semangka, keju, bubur, daging, dan lain-lain.
25.
Hadits-hadits yang menyebut keutamaan bunga-bungaan.
26.
Hadits-hadits yang melarang dan membolehkan main catur.
27.
Hadits-hadits yang melarang makan di dalam pasar.
28.
Hadits-hadits yang mengandung keutamaan bulan Rajab dan puasa padanya.
29.
Hadits-hadits yang mencela sahabat-sahabat Nabi : Mu’awiyah, �Amr bin
�Ash, Bani Umayyah dan Abi Musa.
30. Hadits-hadits yang berisi
pujian dan celaan terhadap negeri-negeri Baghdad, Bashrah, Kufah,
Asqalam, Iskandariyah dan lain sebagainya.
31.Hadits-hadits
tentang keutamaan Mu’awiyah.
32.Hadits-hadits berisi
keutamaan-keutamaan bagi � Ali bin Abi Thalib.
33. Himpunan
hadits-hadits lemah dan palsu oleh A.Yarid, Qasim Koko.
12.
Ceramah-ceramah Agama di tengah-tengah Masyarakat Islam Sampai Sekarang
Ini Masih Sering Menyajikan Hadits-hadits Palsu.
Pada peringatan
mauludan masih sering sekali terdengar : ” Barangsiapa menafkahkan satu
tali untuk mauludku aku akan menolongnya di Yaumil qiyamah “. Pada
peringatan Isra dan Mi’raj masih sering pula disajikan
dongengan-dongengan yang mencerikan tentang gambaran kendaraan
Rasulullah, buraq, digambarkan sebagai berwajah wanita, berbadan seperti
kuda, sayapnya paha dan lain sebagainya.
Siratal mustaqim yang
terdapat dalam surat al-Fatihah dilukiskan sebagai jembatan yang sangat
kecil seperti rambut dibelah tujuh, lebih tajam dari pedang yang paling
tajam dan seterusnya. Selain itu populer pula dikalangan ummat Islam,
pepatah-pepatah dari orang-orang tertentu atau kata-kata hikmat dalam
bahasa Arab, yang dinilai dan populer sebagai sabda Nabi saw.
Mungkin
karena isinya cukup baik sehingga masyarakat Islam menilainya sebagai
sabda Rasulullah itu. Contoh antara lain : ” Cinta tanah air itu
sebagian daripada iman “. ” Islam tidak akan ada tanpa adanya
organisasi. Organisasi tidak akan ada tanpa adanya pemimpin. Pemimpin
tidak akan ada tanpa adanya kepatuhan “. ” Agama itu akal pikiran.
Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal pikiran “. ” Engkau lihat
kotoran nyamuk pada muka orang lain, dan engkau tidak melihat kotoran
unta yang ada pada mukamu sendiri “. ” Terkadang kefakiran itu
mendorong kepada kekufuran “.
13. Kitab-kitab Yang Meriwayatkan
Hadits-hadits Palsu.
Diantara kitab-kitab yang banyak menggunakan
hadits-hadits maudhu’ ini ialah kitab-kitab seperti Tafsir Baidlawi,
Tafsir Kilbi dan lain sebagainya. Kitab-kitab tasawwuf dan kitab-kitab
akhlaq juga banyak terlibat dalam penyebaran hadits-hadits palsu ini. Di
Indonesia masih banyak pesantren-pesantren dan buku-buku yang juga
terlibat dalam penyajian-penyajian hadits-hadits palsu. Dan sampai saat
ini ummat Islam belum mempunyai satu lembaga khusus yang bertugas
mengoreksi buku-buku yang menyajikan hadits-hadits yang maudhu’ ( palsu
).
Sejarah Singkat Perkembangan Al-Hadits
Labels:
Hadis
0 komentar:
Posting Komentar