Masih Ada Orang Baik Masih Ada Orang Baik

Posted On // Leave a Comment
Di Masa Pemerintahan Amirul Mu`minin Umar bin Khaththab ra ada seorang laki-laki yang membunuh seseorang. Anak-anak korban pembunuhan mengajukan kasus ini ke pengadilan. Oleh Umar sang khalifah, laki-laki pembunuh tersebut diputuskan untuk dijatuhi hukuman mati karena ahlu waris korban tidak mau menerima diat (tebusan), apalagi memaafkan kesalahan si pembunuh.
Laki-laki pembunuh itu pun menerima keputusan hukum Islam atas dirinya berupa hukuman mati. Namun ia keberatan jika hukuman dilakukan hari itu juga. Ia mengajukan penundaan hukuman beberapa hari agar ia bisa memberitahu keluarganya mengenai hukuman yang menimpanya.
Umar tidak bisa menerima permohonannya kecuali jika ada yang menjaminnya. Artinya, jika laki-laki terpidana hukuman mati itu tidak kembali sampai akhir batas waktu yang telah ditentukan, maka penjamin harus menggantikannya menjalani hukuman mati.
Tak disangka, Abu Hurairah yang tidak kenal dengan terpidana menyatakan bersedia menjadi penjaminnya.
Maka pulanglah laki-laki terpidana mati itu ke keluarganya.
Pada hari terakhir dari toleransi waktu yang diberikan Khalifah Umar, lelaki terpidana mati itu belum juga kembali. Hingga waktu menjelang sore mau habis, dia juga belum juga terlihat. Melihat kenyataan tersebut, Abu Hurairah nampak gelisah.
Namun karena Abu Hurairah ra sudah menyatakan kesediaannya menjamin, maka beliau bersiap menggantikannya menjalani hukuman mati. Di saat-saat kritis itulah, tiba-tiba berseru orang dari kejauhan, “Berhenti! Berhenti! Jangan diteruskan!”
Ternyata orang yang berseru itu adalah sang terpidana. Dia baru saja tiba dari kampung halamannya.
Melihat kejadian tersebut, dengan takjub Umar bin Khaththab sang amirul mu`minin bertanya kepada terpidana mati.
“Kenapa kau kembali. Bukankah ada kesempatan bagimu untuk melarikan diri dari hukuman mati ini?” tanya Umar
”Memang betul. Aku bisa saja lari dari hukuman ini. Tapi apa kata orang, jika aku lari, mereka akan mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi di dunia ini laki-laki yang baik,” kata lelaki terpidana mati itu.
Tak kalah takjubnya dengan keputusan Abu Hurairah, Umar bertanya kepadanya.
”Wahai Abu Hurairah, mengapa engkau bersedia menjamin orang itu. Engkau tidak mengenal orang itu dan engkau tahu jika ia tidak kembali maka engkau yang akan menggantikannya menerima hukuman mati?” tanya Umar
”Wahai Amirul Mu`minin, aku khawatir jika tidak ada yang menjaminnya, maka orang-orang akan mengatakan bahwa di dunia ini sudah tidak ada orang yang baik yang mau menjamin saudaranya,” kata Abu Hurairah.
Melihat pemandangan tersebut, para ahlu waris si terbunuh pun memaafkan terpidana mati tersebut.
Masih dengan ketakjuban Umar bertanya ke ahlu waris si terbunuh tersebut, ”Mengapa kalian memaafkan sang pembunuh?”
Mereka menjawab, ”Kami khawatir jika orang-orang mengatakan bahwa di dunia ini sudah tidak ada lagi orang baik yang mau memaafkan saudaranya.” Subhanallaah…[]

Download Murottal Al-Quran Syaikh Misyari Rasyid al-‘Afasy MP3

Posted On // Leave a Comment
-----------------------------------------------------------------------
Nama Lengkap : Abu Nurah Misyari Rasyid Gharib Muhammad Rasyid Al Afasi.
Kebangsaan : Kuwait.
Tanggal Lahir : 11 Ramadhan 1396 / 5 September 1976.
Status : Menikah dan mempunyai 2 putri.
Pendidikan : Universitas Islam Madinah Fakultas Study Islam dan Al Qur'an..
Guru-guru beliau di bidang Al Qur'an : Syaikh Ahmad Abdul Aziz Az Zaiat, Syaikh
Ibrahim Ali Shahata, Syaikh Radwan, dan lain-lain.
-------------------------------------------------------------------

Syaikh Musyari Rasyid Adalah warga Negara Kuwait. beliau belajar di Islamic University (KSA) Madinah, Universitas Yang mendalami  Al-Qur'an dan berbagai macam cabang tentang macam-macam cara membaca Al-Qur'an (Qiraah Sab'ah) dan Tafsir Al-Quran. Beliau Talaqqy kepada Syaikh Ahmad Abdulaziz Al-Zaiat yang lahir pada tahun 1235 (H) Atau 1907 (M). dan berliau menyetor hafalan dalam riwayat Hafs kepada Syaikh Abraham Ali Shahata Al-Samanodei yang lahir pada 1333 (H) atau 1915 (H). Demikian Sekilas tentang Biografi Syaikh Musyari Rasyid Al-Afasy. silahkan download murottalnya jika anda ingin
  ♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪♪
001. Al-Fatiihah 
002. Al-Baqarah
003. Aali 'Imraan
004. An-Nisaa
005. Al-Maa'idah
006. Al-Ana'aam
007. Al-A'raaf
008. Al-Anfaal
009. At-Taubah
010. Yuunus
011. Huud
012. Yuusuf
013. Ar-Ra'd
014. Ibraahiim
015. Al-Hijr
016. An-Nahl
017. Al-Israa'
018. Al-Kahfi
019. Maryam
020. Taahaa
021. Al-Anbiyaa'
022. Al-Hajj
023. Al-Mu'minuun
024. An-Nuur
025. Al-Furqaan
026. Asy-Syu'araa'
027. An-Naml
028. Al-Qasas
029. Al-Ankabuut
030. Ar-Ruum
031. Luqmaan
032. As-Sajdah
033. Al-Azhaab
034. Saba'
035. Faatir
036. Yaasiin
037. As-Saaffaat
038. Saad
039. Az-Zumar
040. Gaafir
041. Fussilaat
042. Asy-Syuara
043. Az-Zukhruf
044. Ad-Dukhaan
045. Al-Jaasiyah
046. Al-Ahqaaf
047. Muhammad
048. Al-Fath
049. Al-Hujuraat
050.
051.
052.
053.
054.
055.
056.
057.
058.
059.
060.
061.
062.
063.
064.
065.At-Talaaq
066. At-Tahriim
067. Al-Mulk
068. Al-Qalam
069. Al-Haaqqah
070. Al-Ma'aarij
071. Nuuh
072. Al-Jinn
073. Al-Muzzammil
074. Al-Muddassir
075. Al-Qiyaamah
076. Al-Insaan
077. Al-Mursalaat
078. An-Naba'
079. An-Naazi'aat
080. 'Abasa
081. At-Takwir
082. Al-Infitaar
083. Al-Mutaffifiin
084. Al-Insyiqaaq
085. Al-Buruuj
086. At-Taariq
087. Al-A'laa
088. Al-Gaasyiyah
089. Al-Fajr
090. Al-Balad
091. Asy-Syams
092. Al-Lail
093. Ad-duhaa
094. Asy-Syahr
095. At-Tiin
096. Al-'Alaq
097. Al-Qadr
098. Al-Bayyinah
099. Az-Zalzalah
100. Al-'Adiyaat
101. Al-Qaari'ah
102. At-Takaasur
103. Al-'Asr
104. Al-Humazah
105. Al-Fiil
106. Quraisy
107. Al-Maa'uun
108. Al-Kausar
109. Al-Kaafiruun
110. An-Nasr
111. Al-Lahab
112. Al-Ikhlaas
113. Al-Falaq
114. An-Naas






























































waktu-waktu sholat fardhu

Posted On // Leave a Comment
Allah Ta’ala berfirman:
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
“Dirikanlah shalat karena matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra`: 78)
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa`: 103)
Dari Abdullah bin ‘Amr ra bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ
“Waktu shalat zhuhur adalah jika matahari telah condong (ke barat) dan bayangan seseorang seperti panjangnya selama belum tiba waktu shalat ashar. Waktu shalat ashar adalah selama matahari belum menguning. Waktu shalat maghrib adalah selama mega merah (syafaq) belum menghilang. Waktu shalat isya` hingga tengah malam. Dan waktu shalat shubuh adalah semenjak terbit fajar selama matahari belum terbit. Jika matahari sudah terbit, maka janganlah melaksanakan shalat, sebab dia terbit di antara dua tanduk setan.” (HR. Muslim no. 612)
Dari Abu Barzah Al-Aslami radhiallahu anhu dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الصُّبْحَ وَأَحَدُنَا يَعْرِفُ جَلِيسَهُ وَيَقْرَأُ فِيهَا مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى الْمِائَةِ وَيُصَلِّي الظُّهْرَ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَالْعَصْرَ وَأَحَدُنَا يَذْهَبُ إِلَى أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجَعَ وَالشَّمْسُ حَيَّةٌ وَنَسِيتُ مَا قَالَ فِي الْمَغْرِبِ وَلَا يُبَالِي بِتَأْخِيرِ الْعِشَاءِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ
“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat shubuh, dan salah seorang dari kami dapat mengetahui siapa orang yang ada di sisinya. Dalam shalat tersebut beliau membaca antara enam puluh hingga seratus ayat. Beliau shalat Zhuhur saat matahari sudah condong (ke barat). Beliau shalat ‘Ashar dalam keadaan seandainya salah seorang dari kami pergi ke ujung kota kemudian dia kembali maka matahari masih terasa panas sinarnya. Dan aku lupa apa yang dia katakan berkenaan dengan shalat Maghrib. Dan beliau sering mengakhirkan pelaksanaan shalat ‘Isya hingga sepertiga malam.”
(HR. Al-Bukhari no. 541 dan Muslim no. 461)
Dari Jabir radhiallahu anhuma dia berkata:
سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مَوَاقِيتِ الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ مَعِي فَصَلَّى الظُّهْرَ حِينَ زَاغَتْ الشَّمْسُ وَالْعَصْرَ حِينَ كَانَ فَيْءُ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَهُ وَالْمَغْرِبَ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ وَالْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ قَالَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ حِينَ كَانَ فَيْءُ الْإِنْسَانِ مِثْلَهُ وَالْعَصْرَ حِينَ كَانَ فَيْءُ الْإِنْسَانِ مِثْلَيْهِ وَالْمَغْرِبَ حِينَ كَانَ قُبَيْلَ غَيْبُوبَةِ الشَّفَقِ والْعِشَاءِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ
“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang waktu shalat. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab ” Shalatlah bersamaku”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat Zhuhur saat matahari tergelincir, shalat Ashar ketika bayangan setiap benda seperti benda aslinya, shalat Maghrib tatkala matahari telah terbenam, dan shalat Isya’ ketika mega merah di langit telah lenyap. Laki-laki tersebut berkata, “Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (keesokan harinya) shalat Zhuhur ketika bayangan manusia seperti aslinya, shalat Ashar ketika bayangan orang menjadi dua kali lipat, shalat Maghrib ketika menjelang hilangnya mega merah dan  shalat Isya hingga sepertiga malam.” (HR. An-Nasai no. 513 dan selainnya, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 249)
Penjelasan ringkas:
Shalat lima waktu mempunyai waktu-waktu yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya, dimana kelima shalat tersebut tidak akan diterima oleh Allah kecuali dikerjakan pada waktunya masing-masing. Bahkan karena pentingnya masalah ini, sampai-sampai Nabi -alaihishshalatu wassalam- menetapkan waktu dari setiap waktu shalat bukan hanya dengan sabda beliau, akan tetapi beliau juga langsung mempraktekkannya dalam bentuk perbuatan. Karenanya masuknya waktu shalat merupakan syarat syahnya shalat, maka sebagaimana orang yang shalat setelah keluar waktunya -tanpa uzur- itu tidak syah, maka demikian pula halnya dengan orang yang shalat sebelum masuk waktunya.
Berikut penyebutan waktu-waktu shalat berdasarkan dalil-dalil di atas:
1.    Shalat subuh.
Awal waktunya adalah saat terbitnya fajar dan akhirnya adalah ketika matahari terbit, berdasarkan hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash -radhiyallahu anhuma- di atas.
Fajar yang dimaksud di sini adalah fajar kedua atau yang dikenal dengan fajar shadiq. Yaitu cahaya putih yang membentang dari utara ke selatan di ufuk timur dan setelah munculnya maka sedikit demi sedikit langit akan terang.
Dalam shalat subuh ini, disunnahkan untuk mengerjakannya di waktu ghalas (masih gelap) dan inilah yang diamalkan oleh Nabi -alaihishshalatu wassalam-. Dari Abu Mas’ud Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
وَصَلَّى الصُّبْحَ مَرَّةً بِغَلَسٍ، ثُمَّ صَلَّى مَرَّةً أُخْرَى فَأَسْفَرَ بِهَا ثُمَّ كَانَتْ صَلاَتُهُ بَعْدَ ذَلِكَ الْغَلَسَ حَتَّى مَاتَ لَمْ يَعُدْ إِلَى أَنْ يُسْفِرَ
“Rasulullah sekali waktu shalat subuh pada waktu ghalas lalu pada kali lain beliau mengerjakannya di waktu isfar (sudah agak terang tapi matahari belum terbit, pent.). Kemudian shalat subuh beliau setelah itu beliau kerjakan di waktu ghalas hingga beliau meninggal, beliau tidak pernah lagi mengulangi pelaksanaannya di waktu isfar.” (HR. Abu Dawud no. 394 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)
Dan beliau juga bersabda dalam hadits Rafi’ ibnu Khadij dia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَسْفِرُوْا بِالْفَجْرِ فَإِنَّهُ أَعْظَمُ لِلْأَجْرِ
“Lakukanlah shalat fajar hingga kalian selesai darinya pada saat isfar (sudah terang)  karena hal itu lebih memperbesar pahala.” (HR. At-Tirmizi no. 154 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmizi)
Yakni: Kerjakanlah shalat subuh di waktu ghalas lalu perpanjanglah bacaan agar kalian selesai darinya saat isfar. Karenanya disebutkan dalam hadits Abu Barzah di atas bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- membaca 60 sampai 100 ayat dalam shalat subuh.
2. Shalat Zuhur
Awal waktu zhuhur adalah saat matahari tergelincir dan akhir waktunya adalah ketika masuk waktu ashar, yaitu ketika bayangan benda sudah setinggi benda aslinya ditambah fay (bayangan pertama). Ini berdasarkan ketiga hadits di atas.
Matahari dikatakan tergelincir jika bayangannya sudah condong ke arah timur setelah sebelumnya bayangannya di barat kemudian berada di tengah langit. Ataukah matahari dikatakan tergelincir jika bayangan matahari sudah mulai memanjang kembali setelah sebelumnya memendek.
Sementara yang dimaksud dengan fay adalah tinggi bayangan pertama kali dari sebuah benda setelah matahari tergelincir.
Misalnya: Ketika matahari terbit maka bayangan sebuah benda akan memanjang ke barat, semakin siang maka bayangannya di barat akan memendek. Ketika matahari berada di tengah langit maka bayangannya akan hilang (jika matahari sejajar dengan benda itu) ataukah berhenti memendek (jika matahari tidak sejajar dengan benda). Ketika bayangannya mulai nampak kembali ataukah bayangannya sudah mulai memanjang kembali tapi kali ini ke arah timur, maka ini berarti matahari telah tergelincir ke barat dan sudah masuk waktu zuhur. Sementara panjang bayangan yang pertama kali muncul setelah dia hilang, atau ketika pertama kali memanjang kembali setelah sebelumnya berhenti memendak, inilah yang dinamakan sebagai fay. (Lihat kitab Asy-Syarhul Mumti’: 2/102 karya Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin)
3. Shalat Ashar
Waktunya dimulai saat berakhirnya waktu zuhur yaitu ketika bayangan benda sudah setinggi benda aslinya ditambah fay dan akhir waktunya ketika matahari menguning atau bayangan benda sudah dua kali panjang aslinya ditambah fay. Ini berdasarkan hadits Abdullah bin Amr dan Jabir radhiallahu anhuma di atas.
Misalnya: Jika ada sebuah benda panjangnya 30 cm, lalu panjang fay di awal kali matahari tergelincir adalah 3 cm, maka waktu ashar masuk ketika panjang bayangannya sudah 33 cm dan akan berakhir ketika matahari menguning atau bayangannya sudah 63 cm.
4. Shalat Maghrib
Awal waktunya adalah ketika seluruh lingkaran matahari terbenam dan akhirnya adalah ketika syafaq sudah hilang. Ini berdasarkan hadits Abdullah bin Amr dan Jabir radhiallahu anhuma di atas.
Yang dimaksud dengan syafaq di sini adalah warna kemerahan di langit. Ini merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Umar, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Ubadah bin Ash-Shamit, dan Syaddad bin Aus radhiallahu anhum, serta para ulama dari kalangan tabi’in dan selainnya.
Al-Azhari berkata, “Syafaq menurut orang Arab adalah humrah (yang berwarna merah).”
Dan juga Ibnu Faris berkata dalam Al-Mujmal: Al-Khalil berkata: “Syafaq adalah humrah yang muncul sejak tenggelamnya matahari sampai waktu isya yang akhir.” (Al-Majmu’, 3/45)
5. Shalat Isya
Awal waktunya adalah saat berakhirnya waktu maghrib yang ditandai dengan tenggelamnya syafaq merah dan akhir waktunya adalah ketika pertengahan malam. Ini berdasarkan hadits Abdullah bin Amr dan Jabir di atas.

agar pengusaha tidak lalai

Posted On // Leave a Comment
Pengusaha dan kelalaian, apa hubungannya? Bukankah setiap aktivitas dalam hidup manusia berpotensi untuk melalaikan mereka dari mengingat Allah Ta’ala? Lantas mengapa sifat lalai seolah-olah diidentikkan dengan dunia usaha dan bisnis? Bukankah dokter, pegawai, buruh bahkan pengangguran pun bisa lalai?
Jawabannya: memang benar bahwa semua aktivitas manusia berpotensi untuk melalaikan mereka dari mengingat Allah Ta’ala, akan tetapi, tahukah anda bahwa sebagian dari para ulama menyifati dunia bisnis dan jual-beli sebagai urusan dunia yang paling besar pengaruh buruknya dalam menyibukkan dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala1?
Inilah yang terungkap dalam makna firman Allah Ta’ala:
{رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ}
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada hari (pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang” (QS an-Nuur:37).
Imam asy-Syaukani berkata: “(Dalam ayat ini) Allah menyebutkan perdagangan secara khusus karena inilah (aktivitas) yang paling besar (potensinya) dalam melalaikan manusia dari mengingat Allah2.
Hal ini dikarenakan aktivitas usaha perdagangan berhubungan dengan harta benda dan keuntungan duniawi, yang tentu saja ini merupakan ancaman fitnah (kerusakan) besar bagi seorang hamba yang tidak memiliki benteng iman yang kokoh untuk menghadapi dan menangkal fitnah tersebut.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
«إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ»
Sesungguhnya pada setiap umat (kaum) ada fitnah (yang merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah harta”.
Maksudnya: menyibukkan diri dengan harta secara berlebihan adalah fitnah (yang merusak agama seseorang) karena harta dapat melalaikan pikiran manusia dari melaksanakan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan membuatnya lupa kepada akhirat, sebagaimana firman-Nya:
{إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ}
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu merupakan fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar” (QS. At-Taghabun:15)3.
Oleh karena itu, pasar dan tempat berjual-beli yang merupakan tempat kesibukan mengurus harta perniagaan adalah tempat berkumpulnya setan dan bala tentaranya, yang selalu berusaha untuk membuat manusia lalai dan lupa mengingat Allah Ta’ala4.
Inilah makna sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: “Tempat yang paling dicintai Allah adalah mesjid dan yang paling dibenci-Nya adalah pasar”5.
Berikut ini, beberapa petunjuk dalam Islam bagi seorang pedagang dan pengusaha untuk memudahkan dirinya terhindar dari kelalaian dan tipu daya setan, dengan taufik dari Allah Ta’ala:
  1. Selalu berdoa kepada Allah Ta’ala memohon keteguhan iman dan penjagaan dari segala bentuk fitnah yang merusak agama. Di antara doa yang sering diucapkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam adalah: “Ya (Allah) Yang Maha Membolak-balikkan hati manusia, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu6.
  2. Berusaha menjaga batasan-batasan syariat Allah Ta’ala dalam semua aktivitas yang dilakukan,baik dalam urusan agama, jual-beli, pergaulan maupun urusan dunia lainnya.
    Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Jagalah (batasan-batasan syariat) Allah, maka Allah akan menjagamu (dari segala keburukan), jagalah (batasan-batasan syariat) Allah, maka kamu akan mendapati Allah di hadapanmu (selalu bersamamu dan menolongmu)7.
  3. Berzikir kepada Allah Ta’ala dengan hati dan lisan sebelum masuk pasar dan tempat berjual-beli lainnya, serta selalu mengingat-Nya, agar terhindar dari kelalaian.
    Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang masuk pasar kemudian membaca (zikir): Tiada sembahan yang benar kecuali Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nyalah segala kerajaan/kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, Dialah yang menghidupkan dan mematikan, Dialah yang maha hidup dan tidak pernah mati, ditangan-Nyalah segala kebaikan, dan Dia maha mampu atas segala sesuatu”, maka allah akan menuliskan baginya satu juta kebaikan, menghapuskan darinya satu juta kesalahan, dan meninggikannya satu juta derajat – dalam riwayat lain: dan membangunkan untuknya sebuah rumah di surga –8.
    Imam ath-Thiibi berkata: “Barangsiapa yang berzikir kepada Allah (ketika berada) di pasar maka dia termasuk ke dalam golongan orang-orang yang Allah Ta’ala berfirman tentang keutamaan mereka:{رِجَالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأبْصَارُ، لِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ}laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas” (QS an-Nuur:37-38)9.
  4. Bersegera melaksanakan shalat lima waktu ketika adzan dikumandangkan dan meninggalkan segala kesibukan jual-beli dan urusan dunia lainnya.
    Imam al-Qurthubi berkata: “Dianjurkan bagi seorang pedagang (pengusaha) untuk tidak disibukkan/dilalaikan dengan perniagaan (usaha)nya dari menunaikan kewajiban-kewajibannya, maka ketika tiba waktu shalat fardhu hendaknya dia (segera) meninggalkan perniagaannya (untuk menunaikan shalat), agar dia termasuk ke dalam golongan orang-orang (yang dipuji Allah Ta’ala) dalam ayat tersebut (di atas)”10.
  5. Berusaha meluangkan waktu untuk melaksanakan shalat dhuha, terutama di saat-saat manusia sedang lalai dan disibukkan dengan urusan jual beli. Inilah yang disebut sebagai shalat al-Awwaabiin, yaitu orang-orang yang senantiasa kembali kepada Allah Ta’ala dengan selalu mentaati-Nya dan bertaubat dari perbuatan dosa11.
    Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Shalat para al-Awwaabiin (di waktu dhuha) adalah ketika anak-anak onta kepanasan (karena cahaya matahari)12.
    Shalat pada waktu ini dinamakan shalatnya para al-Awwaabiin karena pada waktu ini biasanya manusia sedang disibukkan dengan urusan dan perniagaan dunia, akan tetapi hamba-hamba Allah Ta’ala yang shaleh dan selalu kembali kepada-Nya memanfaatkan waktu ini untuk beribadah dan berzikir kepada Allah Ta’ala13.
Demikianlah dan semoga bermanfaat bagi para pembaca dengan izin Allah Ta’ala, amiin.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 15 Rabi’uts tsani 1434 Abdullah bin Taslim al-Buthoni
1 Lihat kitab tafsir “Fathul Qadiir” (4/52).
2 Ibid.
3 Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (2/507).
4 Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (9/272) dan “Faidhul Qadiir” (1/170).
5 HSR Muslim (no. 671).
6 HR at-Tirmidzi (4/448), Ibnu Majah (no. 3834) dan Ahmad (3/112), dinyatakan shahih oleh syaikh al-Albani.
7 HR at-Tirmidzi (4/667) dan Ahmad (1/293), dinyatakan shahih oleh Imam at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani.
8 HR at-Tirmidzi (no. 3428 dan 3429), Ibnu Majah (no. 2235), ad-Daarimi (no. 2692) dan al-Hakim (no. 1974) dari dua jalur yang saling menguatkan. Dinyatakan hasan oleh imam al-Mundziri (dinukil oleh al-mubarakfuri dalam kitab “’Aunul Ma’bud” 9/273) dan syaikh al-Albani dalam kitab “Shahihul Jaami’” (no. 6231).
9 Dinukil oleh al-Mubarakfuri dalam kitab “Tuhfatul Ahwadzi” (9/273).
10 Kitab “Tafsir al-Qurthubi” (5/156).
11 Lihat “Syarhu shahih Muslim” (6/30) dan “Bahjatun naazhiriin” (2/310).
12 HSR Muslim (no. 748) dan Ibnu Hibban (no. 2539) dari Zaid bin Arqam .
13 Lihat kitab “Taudhiihul ahkaam” (2/445).